Khilafah Fighters  

Laa 'Izzata illa bil Islam  
Walaa Islama illa bisy Syariah  
Walaa Syariata illa bid Daulah   Daulah Khilafah Rasyidah  





Locations of visitors to this page

Ada user online
Thursday, 19 April 2007

Kedatangan Anggota Parlemen Israel ke Indonesia

PERNYATAAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA
Nomor: 113/PU/E/04/07, Jakarta,  18 April 2007 M

Seperti telah ramai diberitakan, rencananya pada 29 April sampai dengan 4 Mei 2007  nanti delegasi anggota parlemen (Knesset) Israel akan datang ke Indonesia, tepatnya di Bali, untuk menghadiri pertemuan Inter Parliamentary Union (IPU). Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Hassan Wirayudha menilai kunjungan itu sebagai hal biasa. Rencana kedatangan delegasi parlemen Israel yang nyaris tanpa halangan itu sendiri sudah merupakan hal aneh. Lebih aneh lagi ketika kunjungan itu dianggap hal biasa saja. Seolah itu kunjungan dari sebuah negara yang tidak memiliki masalah apapun dengan komunitas dunia, termasuk dengan Indonesia, sebagai negeri yang berpenduduk mayoritas Muslim.

Padahal secara faktual, hingga sekarang Israel masih terus menduduki wilayah Palestina. Bukan hanya menjajah, Israel juga terus melakukan tindakan zalim. Terus membangun pemukiman di lahan yang tidak sah, mengusir bahkan menghancurkan rumah-rumah penduduk Palestina dan tiap hari terus melakukan kekerasan dan pembunuhan terhadap warga Palestina.

Oleh karena itu, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:

  1. Menolak keras rencana kedatangan delegasi parlemen Israel di Indonesia.  Meski kedatangan itu atas undangan IPU karena Israel adalah anggota IPU, tapi itu tidak bisa dijadikan dasar untuk menerima mereka. Fakta bahwa Israel masih terus menjajah dan memerangi umat Islam di Palestina, dan karenanya menurut hukum  Islam negara semacam ini disebut kafir harbi fi'lan (negara kafir yang secara nyata memerangi umat Islam), seharusnya dijadikan dasar untuk menilai setiap hubungan dengan Israel. Bahwa Israel adalah musuh umat Islam seluruh dunia, dan sebagai musuh mereka tidak layak untuk diterima begitu saja di sebuah negeri Muslim seperti Indonesia.
  2. Mempertanyakan kesungguhan pemerintah dalam mengembangkan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Penerimaan terhadap delegasi parlemen Israel, bahkan menilai kedatangan itu sebagai hal wajar, ditambah dengan persetujuan Indonesia terhadap resolusi DK PBB 1747 yang memberikan sanksi kepada Iran dalam kaitannya dengan program nuklir, makin menunjukkan bahwa politik luar negeri Indonesia saat ini tidaklah sesuai dengan aspirasi dan jauh dari Islam, termasuk prinsip bebas aktif dan penolakan terhadap segala bentuk penjajahan.
  3. Menyerukan kepada anggota DPR dan umat Islam, khususnya para pemimpin dan tokoh umat, untuk secara serius melakukan berbagai upaya untuk menolak dengan keras kedatangan delegasi parlemen Israel. Karena membiarkan mereka datang ke Indonesia akan memberikan preseden buruk, bahwa Israel tidak perlu terus dipersoalkan. Juga mendorong pemerintah untuk melakukan hal yang seharusnya dilakukan sebagai negara Muslim yang menentang setiap bentuk penjajahan dan mendukung perjuangan rakyat Palestina untuk mendapatkan kembali hak-haknya.

Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia

Muhammad Ismail Yusanto
Hp: 0811119796  Email: Ismaily@telkom.net

posted by Arief @ 10:53   0 comments
Monday, 2 April 2007

Penolakan Terhadap RUU PM

بسم الله الرحمن الرحيم

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

KANTOR JURUBICARA 
HIZBUT TAHRIR INDONESIA
 

PERNYATAAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA TENTANG
  Penolakan Terhadap RUU PM

Nomor: 111/PU/E/03/07, Jakarta, 28 Maret 2007 M

Rancangan Undang Undang Penanaman Modal (RUU PM) rencananya akan segera disahkan DPR RI pada tanggal 29 Maret ini. RUU ini dibuat untuk menggantikan UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA (yang diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 1970) dan UU Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (yang diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1970). Dalam RUU ini, investasi sebagai penopang pembangunan dimaknai sebagai proses ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi semata. Pandangan ini secara mendasar telah mengabaikan hal terpenting dalam ekonomi yakni aspek keadilan distribusi sehingga menciptakan jurang kesenjangan yang makin melebar. Inilah awal petaka bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas miskin karena tidak mampu mengakses sumber daya alam, kesehatan, pendidikan, serta layanan publik lainnya.Dalam perspektif syariah, RUU PM juga mengandung sejumlah persoalan mendasar yakni:

  1. Penyamaan investor dalam dan luar negeri di semua bidang usaha. 
     
    Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 2 disebutkan: Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi penanaman modal di semua sektor di wilayah negara Republik Indonesia. Pasal ini menunjukkan tidak adanya pembedaan antara PMDN dan PMA. Dalam pasal 1 disebutkan penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. Pengertian ini kembali dikukuhkan dalam Bab II Asas dan Tujuan pasal 3 butir d): Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara. Penegasan serupa dinyatakan dalam Bab V Perlakuan terhadap Penanaman Modal pasal 6 ayat 1: Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan ketentuan ini, penanam modal asing mendapatkan pintu amat lebar untuk melakukan investasi di segala bidang di seluruh wilayah RI. Ketentuan ini jelas bertentangan dengan syariat Islam. Dalam pandangan syariat Islam, tugas utama negara adalah memberikan ri'ayah (pengaturan dan pelayanan) terhadap rakyatnya. Rasulullah saw menyatakan: 
     
    Maka al-imam al-adzam yang (berkuasa) atas manusia adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat) dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya (HR Muslim). 
    Tugas penguasa atau pemerintah dalam memenuhi kebutuhan warganya jelas sekali tidak akan bisa diujudkan bila RUU PM ini diterapkan. Dalam RUU PM ini pemerintah harus memperlakukan secara sama rakyatnya sendiri dan investor asing. Tidak boleh ada yang diistimewakan. 
     
    Menurut syariat Islam, perlakuan terhadap pelaku usaha dalam negeri (rakyat) memang harus dibedakan dengan pelaku usaha asing. Dalam usyur misalnya, negara hanya boleh memungutnya secara penuh dari perdagangan asing (kafir harbi). Abdullah bin Umar pernah berkata, "Umar memungut ½ usyur dari perdagangan nabath, minyak (zaitun), dan gandum, supaya lebih banyak dibawa ke Madinah agar rakyat terdorong membawa nabath, minyak zaitun, dan gandum ke madinah. Ia juga memungut usyur dari pedagangan kapas (HR Abu Ubaid). 
     
    Atsar ini menunjukkan bahwa Umar bin al-Khaththab memungut usyur dari perdagangan yang melewati perbatasan negara, yakni ¼ usyur dari perdagangan umat Islam dan ½ usyur dari pedagangan kafir dzimmi serta usyur dari penduduk kafir harbi. Jika dalam perdagangan yang melewati batas negara saja tidak boleh disamakan, terlebih menanam modal yang usahanya berjalan di wilayah negeri muslim. Tentu lebih tidak boleh disamakan.

  2. Tidak adanya pembedaan bidang usaha 

    RUU PM memberikan ruang amat lebar bagi penanaman modal baik dalam negeri maupun asing di semua bidang. Sekalipun dinyatakan ada bidang yang tertutup, namun jumlahnya amat sedikit. Dalam Bab VII Bidang Usaha Pasal 12 ayat 1 ditegaskan: Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah: (a) produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan (b) bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang. 
     
    Penetapan sebuah bidang usaha dikelompokkan tertutup didasarkan pada beberapa kriteria, yakni: kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya (pasal 12 ayat 2). Sementara penatapan bidang usaha dikatagorikan terbuka didasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah (pasal 12 ayat 3). 
      
    Semua kriteria yang dijadikan sebagai dasar penetapan bidang usaha dinyatakan terbuka atau tertutup itu tidaklah berdasarkan ketentuan syariat. Akibatnya klasifikasi usaha terbuka dan tertutup itupun menjadi tidak jelas, dan berpotensi bertentangan dengan syariat. Seharusnya, kriteria penetapannya didasarkan kepada ketentuan syariat. Syariat Islam menetapkan, bahwa bidang usaha yang boleh diselenggarakan adalah terhadap barang dan jasa yang halal saja. Adapun investasi usaha di bidang barang dan jasa yang haram harus dinyatakan tertutup sama sekali dan masuk dalam kelompok negatif investasi. 
      
    Selain itu, juga harus memperhatikan aspek kepemilikan, yakni apakah pada sektor kepemilikan individu, kepemilikan umum atau kepemilikan negara. Penanaman modal oleh swasta hanya dibolehkan pada sektor usaha yang dapat dimiliki oleh individu. Sementara dalam sektor kepemilikan umum sama sekali tidak boleh dimasuki penanaman modal swasta, baik dalam negeri maupun asing. Yang termasuk dalam cakupan kepemilikan umum adalah: 1) Sarana-sarana umum yang amat diperlukan oleh rakyat dalam kehidupan sehari-hari, seperti air, padang rumput, api, dll. 2) Harta-harta yang keadaan aslinya terlarang bagi individu tertentu untuk memilikinya, seperti jalan raya, sungai, danau, laut, masjid, lapangan, dll. 3) Barang-barang tambang yang jumlahnya melimpah atau tak terbatas. Semua sektor itu tidak boleh dimiliki, dikuasai, atau diserahkan pengelolaannya kepada individu, kelompok individu baik dari dalam negeri apalagi dari luar negeri. 
     
    Klasifikasi semua bidang usaha dalam RUU PM ini sebagai bidang usaha terbuka jelas bertentangan dengan syariat Islam. Sementara dalam kepemilikan negara, pemerintah diperbolehkan memberikan sebagian kepemilikan negara kepada individu, seperti tanah, bangunan, dan sebagainya.   
     
  3. Penolakan terhadap nasionalisasi 
      
    RUU PM ini melarangan tindakan nasionalisasi. Kalaupun harus dilakukan, pemerintahan harus membelinya sesuai dengan harga pasar. Jika tidak ada kesepakatan mengenai harga kompensasinya, harus diselesaikan melalui jalur arbitrase. Dalam bab V Perlakuan terhadap Penanaman Modal pasal 7 disebutkan: (1) Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali dengan undang-undang. (2) Dalam hal Pemerintah melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah akan memberikan kompensasi yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan harga pasar. (3) Jika di antara kedua belah pihak tidak tercapai kesepakatan tentang kompensasi atau ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelesaiannya dilakukan melalui jalur arbitrase. Islam memang tidak mengenal konsep nasionalisasi. Akan tetapi syariat Islam mewajibkan negara menerapkan konsep kepemilikan secara benar. Benda-benda yang menurut syariat menjadi milik individu tidak boleh dinasionalisasi oleh negara. Sebaliknya, yang termasuk milik umum tidak boleh dikuasi individu. Jika telah terlanjur, negara harus menariknya, dan mengembalikannya sebagai milik umum, tanpa harus memberikan kompensasi kecuali terhadap peralatan atau instalasi yang telah terlanjur dipasang dengan harga yang sepadan. Rasulullah saw bersabda: 
      
      مَنْ زَرَعَ فِي أَرْضِ قَوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ فَلَيْسَ لَهُ مِنَ الزَّرْعِ شَيْءٌ وَلَهُ نَفْقَتَه
    ُ

Siapa saja yang menanam di tanah suatu kaum tanpa izin, maka dia tidak berhak atas tanaman itu sama sekali, namun dia berhak atas biaya yang dikeluarkannya (HR Ibn Majah, Ahmad, Abu Dawud, dan al-Tirmidhi)

Dengan adanya ketentuan larangan nasionalisasi dalam RUU PM, sementara dalam RUU itu pihak swasta justru diberi kesempatan luas untuk menguasai sektor-sektor yang menurut syariat merupakan milik umum, itu berarti melanggengkan swasta untuk terus-menerus merampas kepemilikan umum.

  1. Penyelesaian Sengketa 
      
    Persoalan krusial lainnya adalah metode penyelesaian sengketa. Solusi akhir sengketa antara pemerintah dengan PMDN adalah pengadilan. Jika dengan PMA adalah arbitrase internasional. Dalam Bab XV Penyelesaian Sengketa Pasal 32 disebutkan: (3) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan. (4) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak. Menurut Islam, penyelesaian sengketa wajib dilakukan dalam mahkamah yang memutuskan dengan hukum syariat Islam. Diharamkan memutuskan perkara dengan hukum-hukum yang tidak berasal syariatNya. Dengan demikian ketentuan menyelesaikan sengketa dengan membawanya kepada pengadilan yang memutuskan dengan hukum jahiliah adalah haram.  Terlebih kepada arbitrase internasional. Lembaga tersebut bukan hanya menerapkan hukum kufur, namun juga dikuasai oleh negara-negara kafir imperialis. Meminta arbitrase internasional untuk memutuskan hukum jelas bisa melempangkan jalan bagi negara-negara itu menguasai negeri ini. Allah Swt berfirman: 
     
    Dan sekali-kali Allah Swt tidak memberikan jalan bagi orang kafir untuk menguasai orang-orang Mukmin  

Oleh karena itu, berkenaan dengan rencana pengesahan RUU PM tersebut, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:

  1. Menolak pengesahan RUU PM karena secara mendasar bertentangan dengan syariat Islam dan secara faktual akan makin menjerumuskan Indonesia kepada penjajahan ekonomi oleh kapitalisme global. Sepanjang 2000 - 2005, stok modal asing meningkat hingga 3,5 kali lipat. Pemilik PMA tersebut sebagian besar adalah Singapura, Inggris, Jepang, Australia, Belanda, Korea selatan, Taiwan, Kanada, Amerika Serikat, Jerman, yang tersebar dalam 975 proyek. Tidak heran jika negara-negara tersebut banyak terkait dengan campur tangan seluruh kebijakan ekonomi, sosial , budaya dan hankam di negeri ini. Campur tangan mereka tentu tak lepas dari upaya mengamankan kepentingannya di Indonesia.

Menurut BKPM modal asing semakin dominan dibanding seluruh investasi dalam negeri. Investasi sektor minyak dan gas bumi misalnya, sebanyak 85,4 persen dari 137 konsesi pengelolaan lapangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia dimiliki oleh perusahaan multinasional (asing). Perusahaan nasional hanya punya porsi sekitar 14,6 persen. Data terbaru di BP Migas menyebutkan, hanya ada sekitar 20 perusahaan migas nasional yang mengelola lapangan migas di Indonesia.

Dominannya modal asing berpengaruh terhadap arah privatisasi sektor publik, penguasaan perekonomian domestik dan pemasaran produk barang dan jasa yang dihasilkan negara maju. Peran lembaga-lembaga kreditor internasional lewat berbagai skema pinjaman luar negeri memainkan peran penting mendorong agenda tersebut, melalui keluarnya berbagai produk regulasi seperti UU Sumber Daya Air, UU Migas, UU Ketenagalistrikan hingga privatisasi BUMN. Kondisi ini menyuratkan terjadinya pergeseran tanggung jawab negara digantikan perannya oleh korporasi.

  1. Pendapat yang menyatakan bahwa RUU PM ini diperlukan untuk memacu investasi asing karena Indonesia selama ini tidak diminati investasi adalah kabar menyesatkan. Sebenarnya di dalam negeri pun sangat banyak tersedia dana (menurut gubernur BI ada sekitar Rp 210 triliun dana masyarakat yang idle di BI) yang semestinya bisa dimanfaatkan untuk investasi. Tapi faktanya dana tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya. Berarti bukan tidak ada investasi, tapi sistem lah yang tidak memberikan suasana kondusif bagi berkembangnya investasi.

Pembuatan RUU PM yang dianggap pemerintah sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mewujudkan kemandirian ekonomi adalah tidak benar karena pemerintah tidak mencoba sungguh-sungguh menjawab permasalahan bertambahnya pengangguran. Pemerintah lebih berorientasi pada pertumbuhan dengan "asumsi" setiap satu persen pertumbuhan akan menyerap 300.000 tenaga kerja, namun "asumsi" pemerintah tersebut tidak mampu menyelesaikan bertambahnya pengangguran. Pada faktanya FDI hanya memanfaatkan rendahnya upah buruh dan banyaknya insentif yang diberikan pemerintah antara lain pembebasan pajak dan kemudahan dalam investasi dalam pengelolaan sumber daya alam

  1. Menyerukan kepada anggota DPR, khususnya yang muslim, untuk menyadari peran dan tanggungjawabnya sebagai seorang muslim yang semestinya senantiasa terikat kepada syariat Islam dalam setiap aspek kehidupan, khususnya dalam kegiatan penyusunan perundang-undangan. Penyusunan RUU yang tidak mengacu kepada syariat Islam bukan saja terlarang tapi juga secara pasti akan menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Semua itu pasti akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah SWT kelak.

Kegagalan berbagai instrumen perundangan, termasuk yang mengatur tentang permodalan asing dan undang-undang sektoral, khususnya sektor pengelolaan sumberdaya alam (UU Migas, UU Kelistrikan dan sebagainya) dapat dilihat dari berbagai indikator, seperti keberadaan jutaan rakyat yang berada di garis kemiskinan akibat ketidakadilan distribusi, jumlah konflik sumberdaya, dan/atau belum menikmati jasa pelayanan umum. Di Indonesia, setidaknya ada 110 juta jiwa penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari US$ 2 atau kurang dari Rp 18.000,00 per hari.

Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia

Muhammad Ismail Yusanto

Hp: 0811119796
Email: ismaily@ telkom.net
Gedung Anakida Lantai 4
Jl. Prof. Soepomo Nomer 27, Jakarta Selatan 12790
Telp / Fax : (62-21) 8353253 Fax. (62-21) 8353254
Email : info@hizbut-tahrir.or.id 
Website : http://www.hizbut-tahrir.or.id

posted by Arief @ 09:16   0 comments

RUU APP Sudah Tak Ada Lagi

Selain banyak tekanan asing, mantan presiden RI, Abdurahman Wahid dan Megawati ikut pula berusaha "menggagalkan" RUU APP. Bagaimana nasibnya kini? 

Wawancara Drs. H. Balkan Kaplale
(Ketua Pansus RUU APP)

 

"RUU APP Sudah Tak Ada Lagi"

 

Apa kabar Randangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP)?  Barangkali masyarakat mulai lalai.  RUU yang sempat menjadi controversial dan telah membuat ketakutan para aktivis perempuan itu kini nyaris tak terdengar suaranya.

Menurut Balkan, RUU APP telah berganti nama menjadi RUU Pornografi. "Ya, kami mengalah demi kepentingan nasional," kata pria kelahiran Saparua, Maluku, 63 tahun silam. Namun, mantan Ketua Pelajar Islam Indonesia Ambon tahun 60-an ini meyakinkan bahwa RUU tersebut tidak mengurangi semangat untuk menindak tegas pornografi.

Sementara, soal berlarut-larutnya pembahasan RUU, Balkan mengakui susahnya mempersatukan fraksi-fraksi di DPR. Belum lagi, tekanan dan intimidasi yang ia terima. Sayangnya, suami dari H. Salamah Maladiana ini tidak bersedia menceritakan tekanan dan intimidasi yang ia terima.

"Sudah lah, Pertanyaan itu saya kira tidak usah diekspos. Ya kalau mau diceritakan keluar air mata saya," kata Balkan.

Belakangan, yang namanya RUU APP ini sudah tak ada lagi. Antara lain, akibat desakan dua mantan presiden RI, Abdurahman Wahid alias Gus Dur dan Megawati. Kini, RUU itu sudah beralih nama menjadi RUU Pornografi saja. Apa kira-kira perubahannya? Ada apa efek penggantian nama ini? Dan mungkinkan umat Islam akan dipecundangi kesekian kalinya?

Nah, lebih jauh, wartawan www.hidayatullah.com , Ahmad Damanik, mewawancarai Drs. H. Balkan Kaplale, Ketua Pansus RUU APP  di kantornya, Gedung DPR Nusantara 1 Lt. 10. Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana pembahasan RUU APP saat ini?

Mengenai pembahasan, usul dari Gus Dur melalui PKB dan usul Megawati melalui PDI kita akomodir. Gus Dur mengusulkan menghilangkan kata "Anti". Sedangkan, Megawati mengusulkan kata "Pornoaksi" dihilangkan. Jadi tinggal UU Pornografi.

Itu artinya Pansus mengalah dengan usulan tersebut?

Ya, kami mengalah demi kepentingan nasional. Namun, sebelum itu almarhum Kiai Thoyfur dari PPP Jawa Tengah mati-matian mempertahankan. Namun setelah kita kompromikan mendapatkan hasil tiga bab yang menjelaskan tentang masalah Perlindungan Anak, Tindak Pidana, dan Pornoaksi itu tetap masuk. Tiga bab itu sangat penting tidak boleh dihapus.

Jadi, nanti tinggal 10 Bab 40 Pasal, kalau yang lama 19 Bab 93 Pasal.

Apakah karena ada pihak yang menekan agar Anda menerima usulan tersebut?

Tidak, kita hanya tidak menghendaki ulama sekaliber Gus Dur dan istrinya ikut-ikutan demonstrasi di DPR dan Monas tentang masalah ini, apalagi bergabung dengan LSM-LSM yang kasihan lah..., trus dengan Inul dan Ratna Sarumpaet. Mereka bukan levelnya. Kalau mantan presiden biasa saja saya tidak terlalu peduli.

Dengan bergantinya nama dan berkurang pasal tersebut. Apakah kelak akan mengurangi kekuatan undang-undang ini?

Walaupun dalam RUU APP ini kata Pornoaksinya hilang, namun tetap ada bab khusus yang mengatur Pornoaksi. Sementara di UU lain nggak ada. Contoh 281, 282, 283 KUHAP hanya menyatakan perbuatan asusila, tapi what is the meaning asusila itu tidak ada. RUU ini akan menjawabnya.

Saya kira sudah keras. Apalagi ada 15 pasal yang membahas tentang tindak pidana. Kasus seperti yang dilakukan Yahya Zaini dan Maria Eva itu bisa kena tindak pidana penjara 10 tahun dan denda 2 miliar.

Lalu kenapa pembahasan RUU sampai berlarut-larut?

Mempersatukan fraksi-fraksi ini memang tidak mudah. Itu karena negara ini Pancasila, maka kita harus pelan-pelan. Tapi setidaknya sudah ada kemajuan. Dari pada harus menunggu 10 tahun lagi, karena RUU ini sudah sejak zaman pemerintahan BJ. Habibie.

Kami juga direpotkan dengan turut campurnya negara-negara asing dalam pembahasan RUU ini.

Negara-negara mana saja yang turut campur?

Saya sebutkan 7 negara asing melalui lembaga resmi mereka, yaitu: Voice of America, BBC London, TV Belanda, Helsinki, Tribun Singapore, Philipina, dan Inggris. Terakhir saya didatangi Atase Politik Kedutaan Besar Inggris.

Apa yang mereka katakan kepada Anda?

Mereka menganggap Indonesia ini adalah tempat yang mudah untuk mengembangkan industri seks, karena tidak ada payung hukumnya. Oleh karena mudah itulah, negara-negara yang berkecimpung dalam penanaman modal industri seks menganggap Indonesia ini lahan paling subur.

Ada juga yang mengkhawatirkan dengan RUU ini, Indonesia akan diarahkan kepada negara fundamentalis dan bernuansa syariat Islam.

Lalu apa yang Anda katakan kepada mereka?

Saya bilang itu alasan-alasan lama yang sudah sering saya dengar ketika masih kecil. Ketika bapak saya masih menjadi ketua Muhammadiyah di Saparua, pernyataan kekhawatiran negara Islam itu sudah pernah disampaikan kepadanya. Lalu, saya katakan saja, ngapain kita repot-repot soal syariat Islam dan negara Islam. Pancasila saja sudah cukup. Pancasila sudah jaminan. Mereka Diam. Apa Anda tidak yakin Pancasila bisa menyatukan agama di Indonesia?

Yang namanya syariat Islam itu kan menjalankan hukum-hukum Allah, ya sudah titik. Lalu, TV Belanda bertanya, "Apa tuan akan tangkap turis asing yang mandi di pantai Bali?"

Saya bilang, siapa yang mau tangkap. Biarin aja. Tapi jangan ke Pura, kalau ke Pura harus pakai pakaian sopan. Saya jawab baik-baik aja.

Mereka menginginkan agar RUU ini gagal?

Itu tidak melalui negara-negara asing, tapi melalui orang-orang kita yang dipoles sedemikian rupa, contoh: Ponti Corolus (Direktur Publisher Playboy Indonesia-red). Hingga saat ini mereka terus terbit sepanjang payung hukum belum ada.

Selama jadi ketua Pansus ini, apakah ada intimidasi yang Anda dapatkan?

Nggak usah lah. Pertanyaan itu saya kira tidak usah diekspos. Ya kalau mau diceritakan keluar air mata saya. Yang pasti pernah tapi tidak terlalu keras dan tidak sampai ke fisik. Ya sebatas uji mental saja lah.

Bagaimana Anda menghadapinya?

Tidak usah lah.

Kenapa?

Kita sudah punya modal dasar yaitu lintas fraksi yang sudah solid banget. Itu perjalanannya luar biasa. Nanti saja diceritakannya. Nanti liar lagi. Jadi beri kesempatan saya dulu untuk menyelesaikan tugas ini. Wah, itu perjuangannya luar biasa.

Kekuatan industri seks ini kuat sekali, dimana pun saya berada, mereka selalu minta bicara kepada saya.

Apa juga dialami anggota pansus yang lain?

Tidak. Bahkan, mereka menghadap fraksi saya, minta agar fraksi meninjau kedudukan saya sebagai  ketua pansus. Mereka yang terdiri dari artis dan seniman datang di ruang badan legislasi. Tapi, alhamdulillah, ketua pansus yang paling lama ya saya, karena biasanya ketua pansus nggak akan lama.

Padahal ketua pansus ini apa sih, hanya kebahagiaan dalam batin saja. Saya yakin, insya Allah walaupun dengan cara apa pun mereka meruntuhkan saya, Allah Subhanahu wa Ta'ala  (Swt) melindungi. Yakinlah kalau berjuang di jalan Allah, ada saja bantuan dari Allah Swt.

Respon partai Anda bagaimana?

Sampai dengan detik ini, Presiden SBY sebagai ketua badan pembina Partai Demokrat, Fraksi, dan DPP tidak pernah ada satu kata pun yang menekan saya. Bahkan saya diberi dukungan terus. Kalaupun ada yang tidak setuju itu wajar-wajar saja.

Ada yang menawarkan uang agar Anda mundur?

Saya tidak tahu, tapi sekarang mereka sedang bermain itu. Tapi saya tidak tergores dengan masalah itu. Saya anggap ini jaminannya Allah Swt.

Sikap tegas saya seperti ini yang dianggap merugikan mereka, tapi kita dalam lindungan Allah Swt kok.

Apakah keluarga Anda juga pernah menerima perlakuan yang sama?

Ada telepon macam-macam, tapi mereka semua kuat.

Bagaimana support umat Islam yang Anda terima?

Saya sudah beberapa kali dipanggil MUI, ormas-ormas Islam, termasuk Hidayatullah. Saya sudah menyampaikan tanggung jawab saya. Di hadapan MUI sudah saya ceritakan semuanya. Mereka memberi support, apalagi dari FPI dan Hizbut Tahrir.

Tapi saya katakan, biarlah ini menjadi pengalaman buat saya. Tekanan tidak perlu saya ceritakan.

Apakah Anda mengharapkan bantuan umat Islam untuk mensukseskan RUU ini?

Sabar dulu....
posted by Arief @ 05:01   0 comments
Arief Rachmansyah
Kota Malang


cmplt prfl