Khilafah Fighters  

Laa 'Izzata illa bil Islam  
Walaa Islama illa bisy Syariah  
Walaa Syariata illa bid Daulah   Daulah Khilafah Rasyidah  





Locations of visitors to this page

Ada user online
Thursday 11 October 2007

temporary closed

Kami beritahukan bahwa karena sesuatu hal terhitung sejak Kamis, 11 Oktober 2007 blog khilafah-fighters.blogspot.com ditutup untuk sementara hingga waktu yang tidak ditentukan. Untuk itu tidak akan dilakukan update lagi untuk seluruh konten situs dalam bentuk apa pun.

Segala bentuk pertanyaan, konsultasi, dan informasi selanjutnya dapat langsung dilakukan via e-mail kepada pengelola situs, dengan alamat e-mail : ariefsyu@gmail.com ; atau via SMS/call ke nomor HP : 081-555-775-300.

Demikian harap maklum.

Malang, 8 Oktober 2007

Pengelola khilafah-fighters.blogspot.com

posted by Arief @ 22:57   0 comments

ramadhan old crescent seen on iran



Sambil nungu hasil rukyat global, saya buka2 situs bertema crescent observation.
Dari http://www.icoproject.org,
saya mendapatkan info, tentang terlihatnya bulan akhir ramadhan (ramadhan old crescent). Berikut Infonya :

Old Moon Crescent
Date: Wednesday October 10, 2007 (Mehr 18, 1386)
Location: Marnan bridge, Esfahan, Iran (32d 38' 29" N 51d 38' 37" E)

Elevation: 1573 meters from sea level
Time Zone: +3.5

(Moon Calculator ver 6.0, by Dr. Monzur Ahmed, Topo, Refrac OFF)
Crescent first observation through 7x42 binoculars:
Time: 05:23 LT (01:53 GMT, 8:53 WIB)

Moon Alt: 1d 41m 21s
Sun Alt: - (9d 16m 09s)

Crescent first observation through naked eyes:
Time: 05:35 LT (02:05 GMT, 9:05 WIB)
Moon Alt: 4d 06m 21s
Sun Alt: - (6d 44m 47s)

Crescent last observation through 7x42 binoculars:
Time: 06:00 LT
(02:30 GMT, 9:30 WIB)
Moon Alt: 9d 06m 42s
Sun Alt: - (1d 30m 24s)
Rel Azi: 4d 32m 36s
Elongation: 11d 32m 35s
Moon Phase: 1.17%
Width: 0.30m
Moon Age: - 26.51 h

Observer & photographer: Alireza Mehrani

InsyaAllah, -menurut saya, dengan tingkat kebenaran level orang awam- bulan baru (syawal new crescent) akan terlihat malam ini, 11 Oktober 2007. Sehingga InsyaAllah, - lagi lagi, menurut saya- 1 syawal akan bertepatan dengan 12 oktober 2007.

Wallahu a'lam bi ash-shawab
posted by Arief @ 07:27   0 comments
Wednesday 10 October 2007

Penentuan Awal-Akhir Ramadhan

Ada yang menyatakan, bahwa menentukan awal-akhir Ramadhan tidak harus dengan rukyat, tetapi bisa dengan hisab (perhitungan astronomi), sebagaimana yang digunakan dalam menentukan waktu shalat. Apakah memang boleh demikian? Jika tidak, mengapa? Bukankah, hisab boleh digunakan dalam menentukan waktu shalat, berarti seharusnya boleh juga digunakan untuk menentukan awal-akhir Ramadhan?

Untuk menjelaskan boleh dan tidaknya hal di atas, kami akan jelaskan beberapa ketentuan sebagai berikut:

1-   Allah SWT meminta kita agar beribadah sebagaimana yang Dia perintahkan. Jika kita beribadah kepada-Nya bukan dengan cara yang Dia perintahkan, maka kita telah melakukan kesalahan, bahkan apa yang kita lakukan itu kita anggap baik dan benar sekalipun.

2-   Allah SWT memerintahkan kita berpuasa dan berhariraya karena melihat hilal (rukyat al-hilal). Dia juga telah menjadikan rukyat sebagai sebab berpuasa dan berhari raya:

«صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ»

"Berpuasalah kalian karena melihat bulan, dan berhari rayalah kalian karena melihatnya." (HR. Muslim)

Jika kita telah melihat hilal Ramadhan, maka kita berpuasa, dan jika kita melihat hilal Syawal, maka kita pun berhari raya.

3-  Jika kita tidak melihat hilal Syawal, misalnya, karena mendung benar-benar telah menyelimutinya, sekalipun hilal tersebut nyata-nyata ada, tetapi kita tidak bisa melihatnya, karena ada penghalang (mendung) yang menghalanginya, maka kenyataannya kita tidak akan berpuasa dan berhari raya karena alasan awal bulan. Sebab, haditsnya dengan tegas menyatakan:

«فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ»

"Jika mendung telah menghalangi kalian, maka sempurnakanlah (genapkanlah) hitungan Sya'ban." (HR. Muslim)

4-   Allah SWT tidak membebani kita untuk beribadah kepada-Nya dengan cara yang tidak Dia perintahkan. Misalnya, kalau seandainya hisab (perhitungan astronomi) menyatakan, bahwa besok secara pasti adalah bulan Ramadhan —dimana pada zaman sekarang perhitungan astronomi bisa menetapkan posisi bulan sejak bulan tersebut lahir hingga bulan purnama, kemudian menyusut, serta menghitungnya dari waktu ke waktu— tetapi faktanya kita memang benar-benar tidak bisa melihat hilal tersebut, karena mendung misalnya, maka status orang yang berpuasa —karena perhitungan tersebut— adalah dosa, meski dengan alasan bahwa Ramadhan memang benar-benar telah masuk. Dia tetap dianggap berdosa, karena hilal belum bisa dilihat, tetapi dia tetap berpuasa, padahal seharusnya dia menyempurnakan Sya'ban menjadi 30 hari. Setelah itu, baru berpuasa. Jadi, orang yang berpuasa Ramadhan dalam kondisi seperti ini pada dasarnya berdosa, karena dia telah melakukan pelanggaran. Sementara itu orang yang menyempurnakan hitungan Sya'ban juga belum berpuasa, meski hilal tadi nyata-nyata ada, tetapi tertutup awan, maka orang seperti ini tetap mendapatkan pahala karena mengikuti hadits Nabi di atas.

5-   Dari sini tampak dengan jelas, bahwa kita tidak berpuasa dan berhari raya karena faktor bulannya, tetapi karena melihat hilal. Jika kita telah melihatnya, maka kita wajib berpuasa. Jika belum melihatnya, maka kita pun tidak boleh berpuasa, sekalipun bulan tersebut —menurut perhitungan astronomi— benar-benar telah masuk.

6-  Jika ada sejumlah saksi, dan mereka telah memberikan kesaksian terhadap rukyat, maka mereka pun harus diperlakukan sama dengan kasus kesaksian yang lain. Jika saksinya Muslim dan tidak Fasik, maka kesaksiannya bisa diterima. Jika saksi tersebut tampaknya bulan Muslim, dan tidak adil, atau Fasik, maka kesaksiannya tidak boleh diterima.

7-   Penetapan kefasikan saksi juga harus dilakukan melalui pembuktian syar'i, bukan berdasarkan perhitungan astronomi. Dengan kata lain, perhitungan tersebut tidak bisa digunakan untuk membangun hujah (argumentasi). Misalnya, Anda mengatakan, "Beberapa jam lalu, telah terjadi lahirnya anak bulan, sehingga sekarang tidak bisa dilihat…" Memang ada perbedaan pendapat di kalangan ahli astronomi tentang tenggat waktu setelah lahirnya anak bulan yang memungkinkan dilakukannya rukyat. Jadi, kesaksian yang menjadi saksi perhitungan astronomi tersebut tidak boleh dijadikan hujah, tetapi perhitungannya bisa dibahas, dan dinyatakan benar setelah melihat hilal. Dia juga boleh ditanya, di mana hilal tersebut muncul, sementara yang lain menyaksikannya secara langsung. Begitu seterusnya. Setelah itu, kesaksian rukyat tersebut diterima atau ditolak berdasarkan prinsip ini.

8-  Siapa saja yang menelaah nas-nas yang menyatakan hukum puasa, pasti akan menemukan adanya perbedaan antara nas-nas yang menyatakan hukum shalat. Puasa dan hari raya telah dihubungkan dengan rukyat:

«صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ»

"Berpuasalah kalian karena melihat bulan, dan berhari rayalah kalian karena melihatnya." (HR. Muslim)

« فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ»

"Siapa saja di antara kalian yang menyaksikan bulan (hilal Ramadhan), maka hendaknya dia berpuasa." (QS. Al-Baqarah [02]: 185)

Jadi, yang menentukan (puasa dan hari raya) adalah rukyat. Berbeda dengan nas-nas shalat, yang dihubungkan dengan waktu:

«أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوْكِ الشَّمْسِ»

"Dirikanlah shalat, karena matahari telah tergelincir." (QS. Al-Isra' [17]: 78)

«إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ فَصَلَّوْا»

"Jika matahari telah tergelincir, maka shalatlah kalian." (HR. at-Thabrani)

Jadi, praktik shalat tergantung pada waktu, dan dengan cara apapun agar waktu shalat itu bisa dibuktikan, maka shalat pun bisa dilakukan dengan cara tersebut. Jika Anda melihat matahari untuk melihat waktu zawal (tergelincirnya matahari), atau melihat bayangan agar Anda bisa melihat bayangan benda, apakah sama atau melebihinya, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits-hadits tentang waktu shalat; jika Anda melakukanya, dan Anda bisa membuktikan waktu tersebut, maka shalat Anda pun sah. Jika Anda tidak melakukannya, tetapi cukup dengan menghitungnya dengan perhitungan astronomi, kemudian Anda tahu bahwa waktu zawal itu jatuh jam ini, kemudian Anda melihat jam Anda, tanpa harus keluar untuk melihat matahari atau bayangan, maka shalat Anda pun sah. Dengan kata lain, waktu tersebut bisa dibuktikan dengan cara apapun. Mengapa? Karena Allah SWT telah memerintahkan Anda untuk melakukan shalat ketika waktunya masuk, dan menyerahkan kepada Anda untuk melakukan pembuktian masuknya waktu tersebut tanpa memberikan ketentuan detail, tentang bagaimana cara membuktikannya. Berbeda dengan puasa. Dia memerintahkan Anda berpuasa berdasarkan rukyat. Dia pun menentukan sebab (berpuasa dan berhari raya) untuk Anda. Lebih dari itu, Dia menyatakan kepada Anda: "Jika mendung menghalangi rukyat, sehingga tidak terlihat, maka janganlah Anda berpuasa, meskipun hilal tersebut ada di balik mendung, dimana Anda yakin hilal tersebut ada melalui perhitungan astronomi."

9-  Allah SWT adalah pencipta alam ini. Dialah yang mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Pengetahuan tentang pergerakan bintang dan rinciannya adalah anugerah dari Allah kepada umat manusia. Tetapi, Allah SWT tidak memerintahkan kita untuk beribadah dengan berpijak kepada perhitungan astronomi, tetapi memerintahkan kita untuk melakukan rukyat, sehingga kita pun beribadah kepada-Nya sebagaimana yang diperintahkan, dan tidak beribadah kepada-Nya dengan apa yang tidak diperintahkan.

Dengan demikian, hanya rukyat-lah satu-satunya penentu dalam berpuasa dan berhariraya, bukan perhitungan astronomi. Berangkat dari sana, maka saya tegaskan, bahwa perhitungan astronomi tersebut tidak boleh digunakan untuk berpuasa dan berhariraya, tetapi hanya rukyat-lah satu-satunya yang boleh. Sebab itulah yang dinyatakan dalam nas-nas syariah.
posted by Arief @ 07:16   0 comments
Friday 5 October 2007

udah oktober, fiz!

komentar untuk
  
"bangunkan Aku Setelah September Usai..."


cukup menarik.
sebagai seorang yang suka nge-blog, tulisan hafiz ini lumayan bagus, dari sisi kritik dan saran yang cukup produktif.
sebagai seorang muslim, hafiz juga sangat terbuka pemikirannya, dalam melihat sebuah "harapan" umat islam yang bernama "Khilafah Islam". 
sebagai seorang aktifis blog [semoga nggak protes atas gelar ini], insyaAllah hafiz juga dapat berperan aktif, dalam memperbanyak, atau at least, nambahin satu, media silaturrahim untuk kaum muslimin, yang tentu saja, bukan suatu yang gak mungkin  bagi seorang hafiz :).

Can you link us all, first?
i wonder, pertanyaan ini buat sapa yah? kalo dirunut dari atas, -mungkin- pertanyaan ini adalah untuk orang2 yang mengusung dan memperjuangkan khilafah islam. cmiiw.

sebagai orang biasa yang juga ikut memperjuangkan tegaknya khilafah islam, saya mau menjawab pertanyaan sampeyan. salah satu aktifitas dakwah adalah kontak dengan masyarakat. ini adalah sarana silaturahmi yang cukup efektif, mengingat dapat dilakukan secara langsung, face-to-face, dan setiap hari. dalam skala yang agak besar, juga ada forum komunikasi antar tokoh masyarakat. tujuannya adalah satu, untuk mengajak umat islam kepada islam.  bukan berarti, orang islam saat ini tidak islam, namun masih banyak pemahaman2 yang kurang disana sini tentang islam. insyaAllah, setiap hari di seluruh dunia ini ada ratusan, atau bahkan puluhan ribu diskusi dalam kontak masyarakat setiap harinya.

How can I help?
uhhm. simply, berdakwahlah, suarakan persatuan umat islam ke seluruh dunia :) melalui media apapun yang hafiz bisa.

akhirkata, memang butuh persatuan ummat untuk khilafah. tapi begitu pula, setelah khilafah tegak nanti, khilafah-lah yang akan melindungi persatuan ini. :)

wallahua'lam bis shawab
posted by Arief @ 18:12   1 comments
Arief Rachmansyah
Kota Malang


cmplt prfl