|
Wednesday, 28 February 2007 |
|
|
Letter to Syabab Palestine
|
|
|
|
Pada tanggal 1 Safar al Murajjab 1428 H, bertepatan dengan 19 februari 2007, Amir Hizbut Tahrir Syaikh Atha' Abu Rushtha menulis surat kepada syabab [aktifis] Hizbut Tahrir Palestina setelah mereka mendapatkan beberapa serangan fisik dari pihak penguasa palestina. Serangan tersebut didapat setelah Syabab Hizbut Tahrir Palestina menyebarkan 2 leaflet, yang pertama adalah seruan kepada faksi yang berseteru, Fatah dan Hamas agar berhenti menumpahkan darah dengan sia - sia untuk posisi yang diwariskan oleh zionis dan pihak barat kepada mereka. Leaflet yang kedua mengekspos persetujuan Mekkah agar tidak dilanjutkan kearah pengakuan atas negara ilegal bernama israel.
Terjemahan ringkas dari surat tersebut adalah sebagai berikut :
- Surat tersebut dibuka dengan sebuat ayat
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. QS Al Ankabut [29:69] - Lalu beliau berkata, "Saya menyadari kalau kalian mengalami penganiayaan dan darah kalian ditumpahkan. Ketika tragedi ini membuat saya sangat bersedih, dalam waktu yang sama hal ini menyenangkan saya" ... "Apa yang membuat saya senang adalah bagaimana kalian memegang kebenaran dengan begitu tabah, dengan sabar menghadapi penganiayaan dan kalian secara terbuka menunaikan perintah Allah SWT. Hal ini mengingatkan saya kepada ketabahan pada sahabat dalam kebenaran dan kesabaran walaupun mereka menderita. Saya memberi kabar gembira kepada syabab, dalam perjuanan ini mereka mendapatkan bagian seperti para sahabat ra, dalam hal pahala dan kemenangan"
- Syaikh Atha' Abu Rushtha lalu mendiskusikan apa yang menyakitkan baginya adalah kaum muslimin yang menyatakan syahadat bisa melakukan kekejaman terhadap kaum muslimin yang lain untuk melancarkan jalan pengakuan negara israel. Beliau menambahkan "Seharusnya mereka merasakan kebencian dan dendam atas keputusan itu, tapi mereka malah menari dengan sangat senang ketika darah mereka sendiri ditumpahkan di tanah Isra' Mi'raj".
- Beliau membantah adanya manipulasi kepada kaum muslimin tentang persetujuan Mekkah sebagai kemenangan, karena secara fakta persetujuan ini adalah sebuah pengkhianatan.
- Ketika syabab mencoba untuk memaparkan hal ini melalui leaflet dan diskusi - diskusi, mereka mendapatkan pukulan dan ancaman dengan senjata. Hal ini mengarah pada loyalitas yang tidak pada tempatnya, dimana zionist menyatakan "tidak akan mundur sampai para pemimpin [palestina] menyetujui keinginan mereka secara penuh sedemikian halnya dengan pendukung mereka sebelumnya".
- Syaikh Atha' Abu Rushtha memaparkan pengekangan mereka yang mengagumkan .. "Walaupun penderitaan dan penganiayaan oleh kaum muslimin yang sedang memimpin, jangan melakukan balas dendam kepada mereka akan tetapi kita taruh simpati kepada mereka dan keadaan sulit mereka. InsyaAllah, penutup mata mereka akan segera tersingkap, dan mereka segera menyadari bahwa kalian adalah orang yang mendoakan mereka, menerima nasihat kalian, dan mereka akan berbalik kepadamu seperti saudara nabi Yusuf as. berkata :"
قَالُواْ تَاللّهِ لَقَدْ آثَرَكَ اللّهُ عَلَيْنَا وَإِن كُنَّا لَخَاطِئِينَ Mereka berkata: "Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)". QS Yusuf [12:91] - Beliau menambahkan, "Kepada saudara saudara yang telah menuntun kaum muslimin kepada kebenaran dan fakta, dan darah mereka ditumpahkan oleh kaum muslimin yang telah tersesat, Rasulullah bersabda : "
«ما من مسلم يشاك شوكة فما فوقها إلا رفعه الله بها درجة، وحط عنه بها خطيئة» رواه مسلم. "No calamity befalls a Muslim but that Allah expiates some of his sins because of it and raises him a level even though it was the prick he receives from a thorn". [Narrated by Muslim]" - Beliau mengakhiri suratnya dengan pujian kepada syabab.
Tertanggal 1 Safar al Murajjab, 1428 H bertepatan dengan 19/02/2007 |
posted by Arief @ 23:18 |
|
|
Sunday, 25 February 2007 |
|
semoga airmata ini tetap menetes untuk selalu teringat akan kebesaranNya semoga airmata ini tetap menetes untuk selalu takut akan azabNya semoga airmata ini tetap menetes untuk selalu ingat akan perjuangan menegakkan Islam
semoga suatu saat nanti darah ini tertumpahkan di dalam medan jihad darah ini membasahi tanah tanah di bumi ini darah ini menghiasi tegaknya Ar-roya di medan juang darah ini mengantar tiap tiap jiwa para pejuang ke jannahNya
**inspired by the book "Puisi - Puisi Cinta", oleh sang maestro, Apu' El-Indragiry |
posted by Arief @ 22:31 |
|
|
Thursday, 15 February 2007 |
|
|
KEJAYAAN EKONOMI PADA MASA KHILAFAH ISLAMIYAH
|
|
|
|
KEJAYAAN EKONOMI PADA MASA KHILAFAH ISLAMIYAH
Pendahuluan Pada umumnya manusia lebih mudah percaya pada fakta daripada konsep atau teori. Sebab apa yang diindera manusia secara langsung, akan lebih menancap dan berkesan daripada konsep yang tersusun dari kata-kata semata (Al-Qaradhawi, 1995). Dalam dunia jurnalistik dikenal adagium bahwa sebuah gambar (potret) dapat bercerita lebih banyak daripada ribuan kata.
Karena itulah, pada kesempatan ini akan disajikan "potret" kejayaan ekonomi pada masa Khilafah Islamiyah yang telah lalu. Beberapa fragmen sejarah yang gemilang perlu diketahui, semisal masa Khalifah Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M) atau masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-102 H/818-820 M). Tujuannya agar kita lebih menyadari bahwa ekonomi Islam sesungguhnya bukan konsep baru sama sekali apalagi utopia, melainkan sebuah konsep praktis yang prestasi dan kesuksesannya telah dicatat dengan baik menggunakan tinta emas dalam lembaran sejarah.
Namun sebelumnya perlu ditandaskan, bahwa keberhasilan ekonomi Islam itu tidak muncul secara kebetulan atau tanpa syarat, melainkan ada syarat mutlaknya. Ekonomi Islam hanya akan mungkin berhasil jika diterapkan dalam masyarakat Islam yang menerapkan Islam secara menyeluruh (kaffah), baik di bidang ekonomi itu sendiri maupun di bidang-bidang lainnya seperti politik, sosial, pendidikan, budaya, dan lain-lain (Al-Qaradhawi, 1995). Sebab sistem kehidupan Islam itu bersifat integral dan saling melengkapi. Islam tidak menerima pemilah-milahan ajaran sebagaimana dogma sekularisme yang kufur, di mana sebagian sistem Islam diamalkan dan sebagian lainnya dibuang ke tong sampah peradaban.
Maka jika ekonomi Islam diterapkan secara sepotong-sepotong dalam masyarakat yang menganut konsep ekonomi kafir dari penjajah, yakni kapitalisme, ia tidak mungkin efektif. Allah SWT memerintahkan kita untuk menghormati persyaratan mutlak ini, yakni penerapan Islam secara komprehensif, sesuai firman Allah SWT :
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya..." (QS Al-Baqarah [2] : 208)
Masa Khalifah Umar bin Khaththab Pada era pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab selama 10 tahun, di berbagai wilayah (propinsi) yang menerapkan islam dengan baik, kaum muslimin menikmati kemakmuran dan kesejahteraan. Kesejehteraan merata ke segenap penjuru.
Buktinya, tidak ditemukan seorang miskin pun oleh Muadz bin Jabal di wilayah Yaman. Muadz adalah staf Rasulullah SAW yang diutus untuk memungut zakat di Yaman. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, Muadz terus bertugas di sana. Abu Ubaid menuturkan dalam kitabnya Al-Amwal hal. 596, bahwa Muadz pada masa Umar pernah mengirimkan hasil zakat yang dipungutnya di Yaman kepada Umar di Madinah, karena Muadz tidak menjumpai orang yang berhak menerima zakat di Yaman. Namun, Umar mengembalikannya. Ketika kemudian Muadz mengirimkan sepertiga hasil zakat itu, Umar kembali menolaknya dan berkata,"Saya tidak mengutusmu sebagai kolektor upeti, tetapi saya mengutusmu untuk memungut zakat dari orang-orang kaya di sana dan membagikannya kepada kaum miskin dari kalangan mereka juga." Muadz menjawab,"Kalau saya menjumpai orang miskin di sana, tentu saya tidak akan mengirimkan apa pun kepadamu."
Pada tahun kedua, Muadz mengirimkan separuh hasil zakat yang dipungutnya kepada Umar, tetapi Umar mengembalikannya. Pada tahun ketiga, Muadz mengirimkan semua hasil zakat yang dipungutnya, yang juga dikembalikan Umar. Muadz berkata,"Saya tidak menjumpai seorang pun yang berhak menerima bagian zakat yang saya pungut." (Al-Qaradhawi, 1995)
Subhanallah! Betapa indahnya kisah di atas. Bayangkan, dalam beberapa tahun saja, sistem ekonomi Islam yang adil telah berhasil meraih keberhasilan yang fantastis. Dan jangan salah, keadilan ini tidak hanya berlaku untuk rakyat yang muslim, tapi juga untuk yang non-muslim. Sebab keadilan adalah untuk semua, tak ada diskriminasi atas dasar agama. Suatu saat Umar sedang dalam perjalanan menuju Damaskus. Umar berpapasan dengan orang Nashrani yang menderita penyakit kaki gajah. Keadaannya teramat menyedihkan. Umar pun kemudian memerintahkan pegawainya untuk memberinya dana yang diambil dari hasil pengumpulan shadaqah dan juga makanan yang diambil dari perbekalan para pegawainya (Karim, 2001).
Tak hanya Yaman, wilayah Bahrain juga contoh lain dari keberhasilan ekonomi Islam. Ini dibuktikan ketika suatu saat Abu Hurairah menyerahkan uang 500 ribu dirham (setara Rp 6,25 miliar) (1) kepada Umar yang diperolehnya dari hasil kharaj propinsi Bahrain pada tahun 20 H/641 M. Pada saat itu Umar bertanya kepadanya, "Apa yang kamu bawa ini?" Abu Hurairah menjawab, "Saya membawa 500 ribu dirham." Umar pun terperanjat dan berkata lagi kepadanya, "Apakah kamu sadar apa yang engkau katakan tadi? Mungkin kamu sedang mengantuk, pergi tidurlah hingga subuh." Ketika keesokan harinya Abu Hurairah kembali maka Umar berkata, "Berapa banyak uang yang engkau bawa?" Abu Hurairah menjawab, "Sebanyak 500 ribu dirham" Umar berkata,"Apakah itu harta yang sah?" Abu Hurairah menjawab, "Saya tidak tahu kecuali memang demikian adanya." (Karim, 2001; Muhammad, 2002)
Selama masa kekhalifahan Umar (13-23 H/634-644 M), Syria, Palestina, Mesir (bagian kerajaan Byzantium), Iraq (bagian kerajaan Sassanid) dan Persia (pusat Sassanid) ditaklukkan. Umar benar-benar figur utama penyebaran Islam dengan dakwah dan jihad. Tanpa jasanya dalam menaklukkan daerah-daerah tersebut, sulit dibayangkan Islam dapat tersebar luas seperti yang kita lihat sekarang ini (Karim, 2001, Ash-Shinnawy, 2006).
Dari sudut pandang ekonomi, berbagai penaklukan itu berdampak signifikan terhadap kesejahteraan rakyat. Ghanimah yang melimpah terjadi di masa Umar. Setelah Penaklukan Nahawand (20 H) yang disebut fathul futuh (puncaknya penaklukan), misalnya, setiap tentara berkuda mendapatkan ghanimah sebesar 6000 dirham (senilai Rp 75 juta), sedangkan masing-masing tentara infanteri mendapat bagian 2000 dirham atau senilai Rp 25 juta. (Ash-Shinnawy, 2006). Bagian itu cukup besar. Bandingkan dengan ghanimah Perang Badar, dimana setiap tentara muslim hanya mendapat 80 dirham (senilai Rp 1 juta) (Karim, 2001).
Meski rakyatnya sejahtera, Umar tetap hidup sederhana. Umar mendapatkan tunjangan (ta'widh) dari Baitul Mal sebesar 16.000 dirham (setara Rp 200 juta) per tahun, atau hanya sekitar Rp 17 juta per bulan (Muhammad, 2002). Ini berkebalikan dengan sistem kapitalisme-demokrasi sekarang, yang membolehkan penguasa berfoya-foya --dengan uang rakyat-- padahal pada waktu yang sama banyak sekali rakyat yang melarat dan bahkan sekarat.
Masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz Khalifah Umar yang ini juga tak jauh beda dengan Khalifah Umar yang telah diceritakan sebelumnya. Meskipun masa kekhilafahannya cukup singkat, hanya sekitar 3 tahun (99-102 H/818-820 M), namun umat Islam akan terus mengenangnya sebagai Khalifah yang berhasil menyejahterakan rakyat.
Ibnu Abdil Hakam dalam kitabnya Sirah Umar bin Abdul Aziz hal. 59 meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata,"Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya." (Al-Qaradhawi, 1995).
Kemakmuran itu tak hanya ada di Afrika, tapi juga merata di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Basrah. Abu Ubaid dalam Al-Amwal hal. 256 mengisahkan, Khalifah Umar Abdul mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di propinsi itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata,"Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka tetapi di Baitul Mal masih terdapat banyak uang." Umar memerintahkan,"Carilah orang yang dililit utang tapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya." Abdul Hamid kembali menyurati Umar,"Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang." Umar memerintahkan lagi, "Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya." Abdul Hamid sekali lagi menyurati Umar,"Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah tetapi di Baitul Mal ternyata masih juga banyak uang." Akhirnya, Umar memberi pengarahan,"Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah pinjaman kepada mereka agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih." (Al-Qaradhawi, 1995).
Sementara itu Gubernur Basrah pernah mengirim surat kepada Umar bin Abdul Aziz,"Semua rakyat hidup sejahtera sampai saya sendiri khawatir mereka akan menjadi takabbur dan sombong." Umar dalam surat balasannya berkata,"Ketika Allah memasukkan calon penghuni surga ke dalam surga dan calon penghuni neraka ke dalam neraka, Allah Azza wa Jalla merasa ridha kepada penghuni surga karena mereka berkata,"Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya..." (QS Az-Zumar : 74). Maka suruhlah orang yang menjumpaimu untuk memuji Allah SWT." (Al-Qaradhawi, 1995).
Meski rakyatnya makmur, namun seperti halnya kakeknya (Umar bin Khaththab), Khalifah Umar bin Abdul tetap hidup sederhana, jujur, dan zuhud. Bahkan sejak awal menjabat Khalifah, beliau telah menunjukkan kejujuran dan kesederhanaannya. Ini dibuktikan dengan tindakannya mencabut semua tanah garapan dan hak-hak istimewa Bani Umayyah, serta mencabut hak mereka atas kekayaan lainnya yang mereka peroleh dengan jalan kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan Khilafah Bani Umayyah. Khalifah Umar memulai dari dirinya sendiri dengan menjual semua kekayaannya dengan harga 23.000 dinar (sekitar Rp 12 miliar) lalu menyerahkan semua uang hasil penjualannya ke Baitul Mal (Al-Baghdadi, 1987). Subhanallah!
Penutup
Begitulah gambaran kemakmuran dan kesejahteraan di bawah sistem ekonomi Islam yang adil. Semua individu rakyat mendapatkan haknya dari Baitul Mal dengan tanpa perlu mengemis, menangis, mengeluh, dan memohon.
Bandingkan itu dengan realitas yang mengiris-iris hati saat ini. Betapa banyak rakyat jelata yang mengemis-ngemis, meraung-raung, dan bahkan melolong-lolong hanya untuk mendapat kesempatan mengais sesuap nasi dan seteguk air. Bukankah Anda sering melihat aparat penguasa yang zalim lagi arogan menggusur dengan kejam pedagang kaki lima yang melarat? Inilah kekejaman sekaligus kegagalan sistem kapitalisme yang diterapkan detik ini. Sistem kafir ini wajib segera kita hancurkan untuk kemudian kita ganti dengan sistem ekonomi Islam yang adil. Wallahu a'lam [ ]
CATATAN :
(1) 1 dirham kurang lebih senilai Rp 12.500 (per akhir Januari 2007). Standar 1 dirham = 2,975 gram perak. Harga perak 26 Januari 2007 ( http://www.analisadaily.com/6-3.htm) adalah $13,27 per ounce (1 ounce = 28,35 gram). Dengan asumsi $1 = Rp 9.000,- akan diperoleh 1 dirham = Rp 12.532,-
DAFTAR BACAAN
Al-Baghdadi, Abdurrahman, Serial Hukum Islam, (Bandung : PT Alma'arif), 1987
Al-Basya, Abdurrahman Raf'at, Sosok Para Sahabat Nabi (Shuwar min Hayat ash-Shahabah), Penerjemah Abdulkadir Mahdamy, Jakarta : Qisthi Press, 2005
----------, Jejak Para Tabi'in (Shuwar min Hayat at-Tabi'in), Penerjemah Abu Umar Abdillah, Solo : At-Tibyan, Tanpa Tahun
Al-Qaradhawi, Yusuf, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan (Musykilah al-Faqr wa Kaifa 'Alajaha al-Islam), Penerjemah Syafril Halim, Jakarta : Gema Insani Press, 1995
----------, Norma dan Etika Ekonomi Islam (Dawr al-Qiyam wa al-Akhlaq fi al-Iqtishad al-Islami), Penerjemah Zainal Arifin & Dahlia Husin, Jakarta : Gema Insani Press, 1997
Ash-Shinnawy, Abdul Aziz, Pembebasan Islam (Al-Futuhat al-Islamiyah/Islamic Opening), Penerjemah Abu Faiz, Bogor : Pustaka Thariqul Izzah, 2006
Karim, Adiwarman Azwar (Ed.), Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta : IIIT, 2001 Muhammad, Quthb Ibrahim, Kebijakan Ekonomi Umar bin Khaththab (As-Siyasah al-Maliyah li 'Umar ibn al-Khaththab), Penerjemah Ahmad Syarifuddin Shaleh, Jakarta : Pustaka Azzam, 2002
Sulaiman, Thahir Abdul Muhsin, Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam ('Ilaajul Musykilah al-Iqtishadiyah bi al-Islam), Penerjemah Anshori Umar Sitanggal, Bandung : PT Alma'arif, 1985 |
posted by Arief @ 15:16 |
|
|
Thursday, 8 February 2007 |
|
Komodifikasi Cinta Di era materialistis dan sangat kapitalistik ini, cobalah engkau ajak beberapa orang untuk berteriak di depan pasar menyampaikan keinginan kalian yang sama, maka tidak akan engkau harus menunggu lama pelbagai fasilitas-berorientasi ekonomis tentunya-akan disediakan untuk memehuni keinginan engkau dan kawan-kawanmu.
Dan jangan lagi engkau bertanya tentang batas-batas "previllege", sisi sakral kemanusiaanmu yang tidak boleh diperjual belikan, karena engkau akan ditertawakan, syukur-syukur kalau tidak hinakan.
Cantik, tampan, ketulusan, kehormatan, baik-budi, harga diri, tangis, tawa adalah komoditi industri yang tidak aneh dan memang laris untuk diperdagangkan, termasuk salah satu sisi emosi kita yang sejatinya agung ; cinta.
Engkau masih belum percaya?
Baiklah,besok saat engkau terjaga dari tidurmu di pagi hari dan kalender menujukkan tanggal 14 Februari, kalau engkau punya "orang dekat" yang mengasihimu mungkin mereka akan memberimu sepotong coklat, bunga, atau apalah,plus bonus sebuah kecupan sembari ucapan lirih "Say,selamat hari kasih sayang".
Atau kalau engkau bernasib sama seperti aku-anggota IJO LUMUT ( Ikatan Jomblo Lucu dan Imut )- tetapi berprinsip tidak (akan pernah) ingin pacaran atau membuat "ikatan melankolik" dengan lawan jenismu dengan dalih apapun ( koordinasi program dakwah, syuro,kopdar dan semacamnya) sebelum nikah, maka cobalah engkau buka jendela kamar tidurmu dan lihatlah ada apa di luar sana.
Jangan heran jika kemudian engkau melihat berduyun-duyun pasangan berkulit sawo matang,tapi berambut ( hasil kamuflase warna ) pirang-korban gegar budaya-saling memadu kasih mengatasnamakan momentum "hari kasih sayang".
Dan sekali lagi cukong-cukong pasar itu akan berjingkrak kegirangan menyambutnya dengan pelbagai aksesoris bernuansa cinta, dari barang yang "netral" semisal bunga, coklat, kalung, cincin dan sebangsanya sampai sesuatu yang membuat kita tidak henti-hentinya mengaruk-garuk kepala dan mengelus dada.
Apa hubungannya coba antara hari kasih sayang dengan "karet pengaman" berwarna pink yang diklaim mengokokohkan cinta dua insan manusia yang secara samar menyodorkannya pada muda-mudi kita?
Duh, mungkin kita akan dianggap terlalu naif untuk mempertanyakan hubungan "kasualitas-aksiomatik" antara cinta dan "silaturahmi kelamin" ( pra nikah )? Keberanian ? bukti cinta? atau kedunguan berjamaah?
Sudahlah, lebih baik tanggal 14 februari esok dengan ditemani singkong rebus dan segelas air putih, kita menyimak seorang ustadz berkisah bukan tentang cerita pendeta valentino - yang menjadikan tanggal itu disebut dengan namanya- tetapi kisah tentang keagungan dan kesucian cinta Yusuf alahissalam dan Zulaikha.......
Kota Cinta, 3 Februari 2007 |
posted by Arief @ 11:57 |
|
|
Thursday, 1 February 2007 |
|
================================== Mas Wido, tak perlulah darimana asal demokrasi itu. Yang penting demokrasi itu jelas bisa digunakan untuk kesejateraan orang banyak. Sistem komunikasi kita dengan handphone, dengan internet juga berasal dari barat, tapi toh kita gunakan juga. Sistem pencetakan buku pada masa kejayaan Islam menggunakan warraq (buku disalin secara manual), tapi barat kemudian menemukan mesin cetak. Toh teknologi mesin cetak yang berasal dari barat kita gunakan juga. =========================== ======= Dari segi istilah terdapat perbedaan antara Hadlarah dan Madaniyah. Hadlarah adalah sekumpulan mafahim (ide yang dianut dan mempunyai fakta) tentang kehidupan. Sedangkan Madaniyah adalah bentuk-bentuk fisik dari benda-benda yang terindera yang digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Hadlarah bersifat khas, sesuai dengan pandangan hidup. Sementara madaniyah bisa bersifat khas, bisa pula bersifat umum untuk seluruh umat manusia. Bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan dari hadlarah, seperti patung, termasuk madaniyah yang bersifat khas. Sedangkan bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan oleh kemajuan sains dan perkembangan teknologi/industri tergolong madaniyah yang bersifat umum, milik seluruh umat manusia. Bentuk madaniyah yang terakhir ini tidak dimiliki secara khusus oleh suatu umat tertentu, akan tetapi bersifat universal seperti halnya sains dan teknologi/industri.
sistem komunikasi, internet, mesin cetak, semua adalah alat / sarana / madaniyah yang bersifat umum. bisa kita pake. Alat alat tersebut tidak mempunyai sifat, bisa untuk kebaikan bisa pula untuk kejahatan. dan sesuai kaidah Ushul Fiqih tentang barang .. "Semua barang itu mubah, kecuali yang diharamkan". sedangkan madaniyah yang khas dari luar islam seperti patung, kalung salib, tidak boleh diambil / diadopsi.
demokrasi, adalah sebuah konsep politik atau pandangan hidup / hadlarah . demokrasi mempunyai ide dasar kedaulatan ada di tangan rakyat. rakyat bisa memilih tujuan hidup, sesuai apa kata hati nya. dengan demikian, demokrasi bukanlah barang yang bisa dipakai/diadopsi untuk kemudian dijadikan sandaran hidup kaum muslimin.
===================================
Sistem Islam itu kayak opo Mas??? Jaman kejayaan Islam sistem yang digunakan adalah kerajaan yang berdasarkan keturunan. Sistem ini lebih nista dr demokrasi. Koq memimpin berdasarkan keturunanan, bukan kemampuan. ===================================
sistem islam itu adalah khilafah, yaitu sebuah negara [daulah] yang menegakkan dan menjaga penerapan syariah islam secara total [kaaffah]. sistem ini dicontohkan oleh Rasullullah mulai dari berdirinya Daulah Islam khilafah di Madinah, sampai dengan ke-khilafah-an Utsmaniyyah di turki yang dihancurkan oleh barat dengan tangan pengkhianat Mustafa Kemal Attaturk pada tahun 1924.
Sistem Khilafah ini jauh berbeda dengan kerajaan. dalam model kerajaan, raja adalah sumber hukum. raja berhak bertindak apapun yang ia sukai. sedangkan khalifah yang memimpin khilafah, adalah orang orang yang terpilih, yang mempunyai ilmu islam, dan senantiasa melandasi setiap keputusannya berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits. metode pemilihannya pun, dengan bai'ah. jadi tidak otomatis keluarga [anak] dari khalifah akan menjadi khalifah.
Perlu diluruskan dalam hal ini, sistem islam tidak pernah menggunakan sistem kerajaan untuk memimpin ummat. Jika ada berita / khobar yang menyatakan dalam sistem islam itu ada sistem kerajaan, misalnya penyebutan Raja Harun Al-Rasyid, maka hal ini adalah penyelewengan sejarah.
Bagaimana hal ini bisa jauh lebih nista dari sistem demokrasi, yang membolehkan pemimpin tidak tahu hukum islam, yang tidak mendasari semua keputusannya berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits?
=================================== Saya kutipkan tulisan Dawam Rahardjo:
Masalahnya, seperti dikatakan oleh Munawir Sadzali, apakah Islam memberikan pedoman mengenai negara dan pemerintahan? Soal pemilihan dan suksesi kepala negara, tidak ada petunjuknya dalam Al Quran maupun sunah Nabi. Bahkan, menurut Dr Qomaruddin Khan, tidak ada istilah dalam Al Quran yang merupakan padanan "negara" atau "pemerintah". =========================== ========
Sumber hukum dalam islam adalah Al-Qur'an, Hadits, Ijma' Sahabat, dan Qiyas. Pada saat wafatnya Nabi, maka hal pertama yang diprioritaskan oleh para sahabat adalah memilih pengganti pemimpin umat islam [khalifah]. proses ini memakan waktu 3 hari sebelum akhirnya Abu-Bakar Ash-Shiddiq sebagai Khalifah.
=================================== Ini namanya buruk muka cermin dibelah. Suka menyalahkan barat karena kebodohan bangsa sendiri. Soal dijajah barat atau tidak sangat tidak bergantung dengan label Islam koq. Presiden Bolivia tanpa inspirasi Islam pun berani kog ngelawan barat. ===================================
ingat, jaman keemasan islam, Ilmuwan2 islam telah menemukan begitu banyak ilmu, matematika, kimia, fisika, astronomi, kedokteran dll. Bahkan sebelum masa pencerahan eropa [renaissance], banyak sekali orang orang eropa yang berguru di universitas universitas islam dalam daulah khilafah.
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka " QS 13:11
Allah tidak akan mengubah nasib kaum muslimin kecuali kaum muslimin kembali pada pemahaman islam yang kaaffah, menegakkan syariahnya secara keseluruhan,
Wallâh a'lam bi ash-shawâb. |
posted by Arief @ 09:42 |
|
|
|
|