Khilafah Fighters  

Laa 'Izzata illa bil Islam  
Walaa Islama illa bisy Syariah  
Walaa Syariata illa bid Daulah   Daulah Khilafah Rasyidah  





Locations of visitors to this page

Ada user online
Saturday, 29 September 2007

bukan realitas

akhirnya, saya memilih untuk copy paste artikel mas nadhiv :)


(untuk mas arief spammer, yang sejak jauh hari mengingatkanku untuk nonton acara ini; dan mbak dien yang memforwardkan sms seseorang dengan pesan yang sama)

karena tidak punya TV sendiri, saya akan lawan opini yang coba dihembuskan Metro Realitas semalam, di sini.

acara yang tayang pukul 22.30 hingga 23.00 itu perlu dikomentari sejak dari tajuknya: MENANTI SANG KHALIFAH. pertanyaannya: siapa yang menanti? HTI dkk: memperjuangkan!; amerika dan antek-anteknya (dari kalangan penguasa boneka, ulama gadungan, intelektual bayaran, dan media massa komprador): menghalangi! lalu siapa yang menanti? menanti dalam konteks yang kita bicarakan ini adalah wujud dari ketiakmauterlibatan dalam gelanggang pertempuran untuk menunggu siapa yang menang siapa kalah, dan barulah setelah itu menentukan sikap mau berpihak kemana. ya, sekali lagi, siapa yang menanti, pemilik sikap pengecut ini? kok sikapnya sampai dijadikan judul Metro Realitas, salah satu dari sedikit acara TV yang "bisa" ditonton?

tapi sudahlah. meski pertanyaan itu terjawab pun, toh tidak akan terlalu banyak gunanya. sekarang, marilah kita cermati opini yang disusupkan lewat acara yang dengan gagahnya menyebut diri "realitas" itu.

acara dimulai dengan pertanyaan Rahma Sarita (the host) kira-kira begini (seingat saya lho ya): apakah HTI akan berhasil mewujudkan cita-citanya menegakkan khilafah islam ataukah ini hanya pemanasan menjelang pemilu 2009?

setelah itu, ditayangkanlah sekilas rekaman acara KKI 2007 dan juga cuplikan-cuplikan dari VCD "propaganda" HTI. tidak kurang, jubir HTI, m. ismail yusanto, pun diwawancarai.

metro tv cukup fair ketika kemudian menyebutkan bahwa sejumlah pembicara dari luar negeri dan dalam negeri dicekal meski acara berlangsung damai. yang tidak fair, menurut saya, adalah ketika metro menyebutkan bahwa beberapa pembicara nasional menolak hadir (di antaranya amien rais, zainuddin mz, dan hasyim muzadi). tidak fairnya terletak di sini: dengan menjadikan alasan hasyim sebagai sampel, metro kemudian menggeneralisasi (meski tetap menyelipkan kata "barangkali") bahwa para pembicara yang tidak hadir itu memiliki alasan yang sama: berbeda visi kebangsaan dengan HTI. padahal, para pembicara itu, kecuali hasyim tentu, telah menyatakan bersedia hadir sejak awal. hanya menjelang detik-detik acara saja mereka menyatakan tidak jadi bisa hadir, meski dengan alasan yang ala kadarnya. ini jelas berbeda dengan hasyim yang sejak awal menolak mati-matian untuk hadir dan bahkan di berbagai daerah ia melancarkan black campaign terhadap HTI dan KKI. di sinilah ketidakfairan metro. ia tidak sekedar terjebak dalam fallacy of hasty generalization (sebuah tindakan kriminal dalam ilmu logika), tetapi justru lebih jauh ke dalam fallacy of ngawur generalization. untung saja kata "barangkali" masih diselipkannya, mungkin untuk dijadikannya tameng jika kekeliruan (sengaja?)nya ini terbongkar seperti sekarang ini.

selanjutnya, metro mewawancarai umar abduh, orang yang digelarinya sebagai aktivis islam. wawancara ini menyimpulkan bahwa penegakan khilafah islam tidak mungkin diwujudkan oleh HTI. alasan abduh adalah bahwa jumlah anggota HTI terlalu kecil, tidak sampai 1 juta (maksudnya 900-an ribu saja?). lihatlah betapa dangkalnya argumen yang dibangun ini. jumlah tidak sampai satu juta itu kan sekarang. taruhlah massa HTI memang cuma 900 ribu. jika dalam satu tahun masing-masing anggotanya merekrut satu anggota baru, maka tahun depan HTI sudah memiliki 1.800.000 anggota. tahun 2009, 3.600.000. bagaimana jika perekrutan anggota baru itu terjadi dalam hitungan bulan?

kalau ini tampak mengandai-andai saja, marilah kita lihat fakta yang bisa kita temui di lapangan. tahun 2000 lalu, konferensi khilafah HTI di tennis indoor hanya dihadiri sekitar 5000 orang saja. tujuh tahun kemudian, HTI mampu menghadirkan sekitar 100.000 orang. dengan kata lain, telah terjadi peningkatan 20 kali lipat dalam 7 tahun. dengan perhitungan yang sama, jika saat ini jumlah anggota HTI adalah 900 ribu, maka pada tahun 2014 sekitar 18.000.000 orang telah tergabung dalam organisasi ini. apakah jumlah segitu banyaknya belum cukup untuk sebuah revolusi?! wajarlah jika pada tahun 2005 lalu, National Intelligence Council Amerika serikat mengeluarkan laporan bahwa pada tahun 2020, khilafah islam diperkirakan sudah akan berdiri di muka bumi. jadi, kesimpulan umar abduh di atas mestinya direvisi: penegakan khilafah islam tidak mungkin diwujudkan saat ini, entah esok hari; entah lusa nanti. (thanks to iwan fals).

kembali ke tayangan Metro Realitas semalam. di akhir acara ini, ditayangkanlah potret buruk penerapan beberapa perda syariah. metro seakan memberi pesan kepada khalayak bahwa seburuk itulah yang akan terjadi jika khilafah islam ditegakkan.

betul, bahwa di beberapa daerah, dalam upaya penerapan perda-perda syariah, terjadi beberapa penyimpangan. di antaranya, wanita baik-baik di tangerang terkena ciduk aparat karena disangka pelacur (break: dalam menegakkan hukum kolonial di negeri ini, memangnya polri tidak sering salah tangkap, hah?). juga, ada segelintir aparat penegak syariah yang justru kedapatan melanggar perda syariah (break lagi: dalam hukum kolonial, memangnya tidak sering ada polisi atau bahkan hakim yang berbuat kriminal, hah?!). ini semua mungkin benar realitas, tapi ini adalah cuma realitas yang dipilih oleh metro untuk ditayangkan. dampak penerapan syariah yang positif seperti keberhasilannya menekan angka kejahatan dan meningkatan pendapatan daerah lewat zakat, infaq, dan sedekah, dipilih untuk DISEMBUNYIKAN oleh metro. ini tentu akan memberi kesan pada pemirsa bahwa perda syariah bukannya berguna malah banyak menimbulkan masalah. inilah yang disebut para pakar sebagai second hand reality atau realitas tangan kedua. yaitu, "realitas" yang sudah dipoles bahkan dibajak sehingga tidak menggambarkan realitas yang sesungguhnya.

lebih dari itu, penerapan perda syariah di beberapa daerah tidak bisa dijadikan alat untuk menggambarkan kehidupan dalam khilafah islam. sebab, perda-perda itu hanya sebagian kecil dari syariat islam, masih jauh dari kategori kaffah. justru porsi terbesar dari hukum yang mengatur kehidupan masyarakat di 22 daerah berbasis perda syariah di indonesia masih berada dalam genggaman kapitalisme sekuler. maka, menjadikan beberapa problem penerapan perda syariah sebagai justifikasi penolakan terhadap seruan ditegakkannya islam kaffah lewat khilafah pada hakekatnya sama saja dengan mencemooh sebuah obat asam urat yang seharusnya diminum satu bungkus tiga kali sehari tetapi hanya diminum 1/4 bungkus seminggu sekali, dimana pada saat yang sama, sang penderita tetap saja makan mlinjo dan duren. konyol dan tidak adil, tapi itulah yang sepertinya hendak dijajakan oleh Metro Realitas semalam.

ngomong-ngomong, pengen tau kenapa metro tv "berbuat" seperti itu? oh, tentu saya tidak bisa menjawabnya. sebaiknya tanyakan saja pada bosnya: surya paloh, yang juga penasehat partai golkar, partai yang beberapa hari terakhir ini getol menyerukan pemberlakuan kembali asas tunggal pancasila!

wallahu a'lam.

posted by Arief @ 08:10  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
Arief Rachmansyah
Kota Malang


cmplt prfl